Pandangan para Ulama tentang shalat Rebo Wekasan dalam kitab-kitabnya sangat jelas silahkan baca dengan penuh penghayatan uraian penjelasan di bawah ini
1. Pendapat Imam Al-Dairabi :
ذَكَرَ بَعْضُ الْعَارِفِيْنَ مِنْ أَهْلِ الْكَشْفِ وَالتَّمْكِيْنِ أَنَّهُ يَنْزِلُ فِي كُلِّ سَنَةٍ ثَلَاثُ مِئَةِ أَلْفِ بَلِيَّةٍ وَعِشْرُوْنَ أَلْفًا مِنَ الْبَلِيَّاتِ وَكُلُّ ذَلِكَ فِيْ يَوْمِ الْأَرْبِعَاءِ الْأَخِيْرِ مِنْ صَفَرَ فَيَكُوْنُ ذَلِكَ الْيَوْمُ أَصْعَبَ أَيَّامِ السَّنَةِ.
"Sebagian ulama 'Ârifîn dari ahli kasyf menuturkan bahwa pada setiap tahunnya diturunkan 320.000 bala’ (cobaan), yaitu terjadi pada hari Rabu terakhir dari bulan Shofar. Pada waktu itu merupakan hari terberat dari sekian banyak di hari dalam satu tahun."
Untuk menghadapi hari yang begitu berat ini banyak 'ulamâ yang menganjurkan untuk melakukan amalan ibadah berupa sholat dengan tata cara (kaifiyyah) tertentu atau dengan ibadah lainnya. Namun, ada juga 'ulamâ yang mengatakan bahwa sholat dengan kaifiyyah tertentu itu dihukumi bid’ah yang memerlukan sebuah jalan tengah.
Persoalan sholat Rebo Wekasan (Rabu terakhir di bulan Shofar) merupakan khilafiyyah (perbédaan pendapat di antara para ulama). Sebagian ada yang mengatakan bahwa sholat Rebo Wekasan tidak disyariatkan dalam Islam, sebab tidak terdapat dalil yang secara khusus menjelaskannya. Sehingga apabila ada seseorang niat secara khusus semisal "Saya niat sholat Shofar" atau Saya niat sholat Rebo Wekasan", maka hukumnya tidak sah, bahkan haram. Sebagaimana ungkapan para ulama yang dikutip Syékh Sulaiman al-Jamal:
إِنَّ الصَّلَاةَ إِذَا لَمْ تُطْلَبْ لَمْ تَنْعَقِدْ.
"Sesungguhnya sholat ketika tidak dianjurkan maka, tidak sah."
Namun, apabila sholat Rebo Wekasan diniati sholat sunnah mutlak, maka 'ulamâ berbéda pendapat.
2. Pendapat Syékh Zainuddin al-Malibari
Syékh Zainuddin al-Malibari dalam kitab إرشااد العباد menjekaskan tentang sholat-sholat yang dianggap bid’ah:
قَالَ الْعَلَّامَةُ الشَّيْخُ زَيْنُ الدِّيْنِ تِلْمِيْذُ ابْنِ حَجَرٍ اَلْمَلِكِى فِى كِتَابِهِ اِرْشَادِ الْعِبَادِ كَغَيْرِهِ مِنْ عُلَمَاءِ الْمَذْهَبِ: وَ مِنَ الْبِدَعِ الْمَذْمُوْمَةِ الَّتِى يَأْثَمُ فَاعِلُهَا وَ يَجِبُ عَلَى وُلَاةِ الْأَمْرِ مَنْعُ فَاعِلِهَا صَلَاةَ الرَّغَائِبِ -اِلَى أَنْ قَالَ- أَمَّا أَحَادِيْثُهَا فَمَوْضُوْعَةٌ بَاطِلَةٌ وَلَا يَغْتَرُّ عَنْ ذِكْرِهَا اهـ، قُلْتُ وَ مِثْلُهُ صَلَاةُ الصَّفَرِ فَمَنْ أَرَادَ الصَّلَاةَ فِى وَقْتِ هَذِهِ الْأَوْقَاتِ فَلْيَنْوِ النَّفْلَ الْمُطْلَقَ فُرَادَى مِنْ غَيْرِ عَدَدٍ مُعَيَّنٍ وَ هُوَ مَا لَا يَتَقَيَّدُ بِوَقْتٍ وَ لَا سَبَبٍ وَ لَا حَصْرَ لَهُ.
"Syaikh Zainuddin (al-Malibari) telah mengungkapkan dalam kitabnya إرشااد العباد seperti halnya ulama lain dari madzhab Syafi’i bahwa termasuk dari bid’ah yang tercela, pelakunya berdosa dan wajib dilarang oléh pemerintah adalah sholat Raghô`ib, hadits-hadits yang dipakai adalah hadits maudhu’, maka jangan terpancing untuk menuturkannya. Saya (Syaikh Zainuddin) berkata: "Termasuk dari bid’ah adalah sholat bulan Shofar. Oléh karena itu, siapa yang ingin mengerjakan sholat di waktu ini, niatilah sholatnya dengan niat sholat sunnah mutlaq secara sendiri dan tanpa hitungan tertentu! Sebab sholat sunnah mutlak itu tidak terikat dengan sebab dan tidak terikat dengan batas."
Dari statement di atas, Syaikh Zainuddin al-Malibari meskipun menganggap sholat ‘Rebo Wekasan’ adalah bid’ah, beliau tetap memberi solusi jalan tengah dengan menggantinya dengan sholat sunnah mutlak.
Sholat pada hari rebo wekasan adalah merupakan sholat sunah biasa yang sering dilakukan oleh seorang muslim dalam keseharian nya. Maka apabila seorang muslim melakukan sholat ini, tidak lain hanyalah untuk merealisasikan hadits fi'li sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:
أَنَّهُ كَانَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرُ فَزَع إِلَى الصَّلاَةِ
“Bahwa Rasulullah SAW apabila mengalami sesuatu masalah serius, beliau segera melakukan sholat,” (HR. Abu Daud, hasan)
Dan juga dijelaskan dalam kitab Faidhul Qadir juz 1 hal 45 dimana setiap kali menemui sesuatu yang dianggap tahayul beliau Rasulullah bergegas untuk melakukan sholat. Dengan berapa raka'at dan dengan bacaan surat apapun, maka diperbolehkan bahkan sangat dianjurkan seseorang memperbanyak sholat tanpa dibatasi jumlah raka'at maupun bacaan surat tertentu. Sholat yang seperti ini dinamakan sholat muthlaq, dimana tujuannya adalah menyibukkan diri dengan sholat.
Maka apabila seorang melaksanakan sholat di Rabu wekasan ini, hendaknya diniatkanlah untuk sholat muthlaq atau sholat hajat dengan hajat yang diminta agar dijauhkan dari mara bahaya.
Di masyarakat kita sholat sunah pada hari Rabu wekasan itu dilakukan dengan berjamaah, hal itu tidak bertentangan dengan fiqh, walaupun dalam konteks ini Syeh Abdul Hamid Quds menyebutkan dalam kitab kanzun najah hal 91 :
قلت ومثله صلاة صفر فمن أراد الصلاة فى وقت هذه الأوقات فلينو النفل المطلق فرادى من غير عدد معين وهو ما لا يتقيد بوقت ولا سبب ولا حصر له . انتهى
“Aku berpendapat, termasuk yang diharamkan adalah shalat Shafar (Rebo wekasan), maka barang siapa menghendaki shalat di waktu-waktu ini, maka hendaknya diniati shalat sunah mutlak dengan sendirian tanpa bilangan rakaat tertentu. Shalat sunah mutlak adalah shalat yang tidak dibatasi dengan waktu dan sebab tertentu dan tidak ada batas rakaatnya.”
Pernyataan beliau secara dhohir menganjurkan untuk melakukan sholat secara sendirian. Hal itu bukan berarti bahwa apabila dilakukan secara berjama'ah hukumnya menjadi dimakruhkan, karena tidak ditemukan dalam madzhab Syafi'i sholat sunah yang dimakruhkan dilakukan dengan berjama'ah. Al Habib Abdurrahman bin Muhammad al Masyhur dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin hal 137 menuturkan :
(مسألة : ب ك) : تُبَاحُ الْجَمَاعَةُ فِي نَحْوِ الْوِتْرِ وَالتَّسْبِيْحِ فَلاَ كَرَاهَةَ فِي ذَلِكَ وَلاَ ثَوَابَ، نَعَمْ إِنْ قَصَدَ تَعْلِيْمَ الْمُصَلِّيْنَ وَتَحْرِيْضَهُمْ كَانَ لَهُ ثَوَابٌ وَأَيُّ ثَوَابٍ بِالنِّيَّةِ الْحَسَنَةِ
“Diperbolehkan shalat berjamaah di dalam sholat seperti witir dan Tasbih, tidak makruh dan tidak dapat pahala, kecuali jika bertujuan mengajarkan orang yang shalat dan memberi dorongan kepada mereka untuk melakukannya, maka mendapatkan pahala karena niat yang baik".
3. Pendapat Al Habib Ahmad bin Umar as Syathiri
Juga diperjelas oleh Al Habib Ahmad bin Umar as Syathiri dalam Hasyiyah Bughyatul Mustarsyidin:
قوله (فلا كراهة) إذ لا يوجد فى مذهب الشافعي نفل تكره الجماعة فيه كما هو
مقرر ومصرح به. أهـ أصل (ك)
"Karena tidak ditemukan dalam madzhab Syafi'i sholat sunah yang dimakruhkan dilakukan dengan berjama'ah sebagaimana yang hal telah ditetapkan dan ditegaskan"
4. TATA CARA PELAKSANAAN SHOLAT REBO WEKASAN :
Walloohu a'lam bisshowaab
28 Shofar 1443 H 6-10-2021 M
Post a Comment
Silahkan komentar dengan bahasa yang baik dan benar